Oleh: Jhon Minggus Keiya
Nabire, 2 September 2025
Jika Tuhan Yesus tidak memiliki misi keselamatan bagi umat manusia, Ia tentu tidak akan turun ke dunia. Kedatangan-Nya adalah bukti kasih yang nyata, sebuah misi besar untuk membebaskan manusia dari belenggu dosa dan penderitaan. Namun, pertanyaan yang patut kita renungkan bersama adalah bagaimana mungkin umat yang telah diselamatkan oleh-Nya tidak memiliki misi yang sama untuk menyelamatkan sesamanya, terutama saudara-saudaranya di tanah Papua?
Apakah layak seseorang menyebut dirinya pengikut Kristus, sementara ia menutup mata terhadap tangisan dan penderitaan bangsanya sendiri? Jika keselamatan hanya berhenti pada liturgi di dalam tembok gereja, tanpa tindakan nyata di luar sana, maka iman itu tak lebih dari kemunafikan.
Neraka adalah tempat yang pantas bagi mereka yang berdiam diri di tengah penderitaan, karena kasih sejati seharusnya diwujudkan dalam solidaritas dan tindakan nyata.
Gereja dan Liturgi yang Membisu
Gereja seharusnya menjadi ruang penghiburan dan penguatan bagi umat yang menderita. Namun, terlalu sering kita mendapati liturgi-liturigi indah yang hanya berputar dalam rutinitas, tanpa keberanian menyentuh realitas luka Papua. Doa dan nyanyian menggema setiap minggu, tetapi di luar sana, manusia Papua terus berhadapan dengan penindasan, kemiskinan, dan kekerasan.
Inilah saatnya berhenti menipu diri dengan liturgi yang membius, seakan-akan semuanya baik-baik saja. Injil tidak pernah mengajarkan kemunafikan; Injil justru memanggil kita untuk hadir, terlibat, dan memberi uluran tangan bagi mereka yang sengsara.
Aktivis Papua dan Warisan Misi Kristus
Dalam realitas ini, perjuangan para aktivis Papua baik dari Komnas TPNPB, KNPB, maupun organisasi lainnya patut dibaca sebagai wujud nyata dari misi keselamatan itu. Mereka bukan sekadar pejuang politik, melainkan pewaris semangat Mesias berani berdiri di sisi yang lemah, berjuang mempertahankan kehidupan, serta melindungi surga yang Tuhan titipkan di tanah ini, yang disebut West Papua.
Perjuangan ini adalah sebuah panggilan iman, sebuah respons terhadap anugerah Tuhan yang lebih besar dari sekadar ritual. Mereka berjuang agar manusia Papua tetap memiliki tanah, identitas, dan martabat. Bukankah itulah inti dari misi keselamatan, menyelamatkan kehidupan, bukan hanya rohani, tetapi juga tubuh, tanah, dan budaya?
Menyambut Panggilan Sejati
Kita semua, terutama umat Kristen, ditantang untuk jujur apakah kita sungguh-sungguh mewarisi misi Kristus, atau hanya puas dengan kenyamanan ibadah yang steril dari realitas? Papua bukan hanya tanah yang indah, tetapi juga salib besar yang harus dipikul bersama.
Maka, berhentilah bersembunyi di balik doa-doa kosong. Lihatlah penderitaan Papua sebagai panggilan iman. Dan kepada para pejuang yang tidak kenal lelah, percayalah kalian tidak sendiri. Kalian diberkati, karena misi yang kalian hidupi adalah gema dari misi Sang Mesias misi untuk menyelamatkan manusia dan menjaga tanah suci warisan Tuhan, Tanah West Papua.